Sahana Singgah di Padang
Sahana Singgah di Padang |
| |
PAKAR teknologi informasi Onno W. Purbo menatap layar komputer di ruang kerjanya di lantai dua rumahnya di kawasan Cempaka Baru, Jakarta Pusat, Selasa malam pekan lalu. Dahi pria kelahiran Bandung ini sejenak mengernyit ketika sebuah tanda baru muncul di daerah laut pada Peta Informasi Bencana Sumatera Barat, peta daring (online) yang beralamat di http://opensource.telkomspeedy.com/map/. Ketika dia mengecek tanda itu, informasi yang muncul adalah ”Tolong gue kecebur”. Sebagai administrator halaman situs itu, Onno pun bergegas menghapus informasi tersebut. Itulah kegiatan Onno saat ini sejak peta yang memanfaatkan Google Earth itu aktif pada Senin pekan lalu: membersihkan dan memperbarui informasi. Peta itu menyajikan data tentang lokasi, jumlah korban, dan lokasi posko bantuan di Sumatera Barat. Siapa saja yang bisa mengakses Internet dapat membukanya dan bahkan ikut mengisi data. Tujuannya agar informasi bencana bisa terkumpul dengan cepat. Jika bisa diterapkan, ”Koordinasi tanggap darurat bisa bekerja kilat,” kata Onno. Sebagai relawan dari Organisasi Radio Amatir Indonesia, Onno membuat aplikasi tersebut empat hari setelah lindu melanda Padang. Selain itu, ia juga memasang Sahana, sebuah program manajemen penanggulangan bencana, di alamat http://opensource.telkomspeedy.com/sisfo-bencana. Sahana adalah peranti lunak bersumber terbuka (open source) yang dikembangkan oleh para relawan Sri Lanka pada 2006, setelah negeri itu dilanda tsunami pada 2004. Menurut Taufiq Wirahman , peneliti di Pusat Pengembangan Informatika LIPI , Bandung, saat terjadi bencana, respons biasanya kacau. Meskipun bantuan berlimpah dan relatif cepat datang, distribusinya tidak merata. ”Sahana mencoba menjawab permasalahan itu dalam praktek penanganan bencana di beberapa negara,” katanya. Program ini pernah diterapkan di Indonesia dalam penanggulangan bencana gempa bumi di Yogyakarta pada 2006. Kata Taufiq, penerapannya tidak berjalan baik akibat sedikitnya relawan yang mengakses aplikasi ini, sehingga informasi yang terkumpul sangat minim. Sahana memiliki berbagai fitur, seperti pendaftaran orang hilang, penanganan korban bencana, manajemen sukarelawan, manajemen organisasi donor, manajemen bantuan atau permohonan bantuan, manajemen barak pengungsi, manajemen inventaris, sistem katalog, dan peta situasi bencana. Tapi masih sedikit orang yang mengaksesnya. ”Saya perlu melatih para pemangku kepentingan,” kata Taufiq . Onno mengatakan keberhasilan program ini sangat bergantung pada koneksi Internet melalui telepon atau satelit. Jika keduanya tidak ada, komunikasi bisa dilakukan dengan menggunakan jaringan radio. Penerima informasi, yakni posko-posko relawan yang mempunyai akses komunikasi, bisa memperbarui data. Monica, relawan dari Perkumpulan Air Putih, telah memakai Sahana dan mengaku bisa menggalang koordinasi dalam waktu singkat. ”Koordinasi dan informasi yang akurat bisa terus diperbarui,” katanya. Relawan dari Perkumpulan One Destination Center, Protus Tanuhandanu, terus mengembangkan aplikasi tersebut agar bisa dilihat dan bergerak secara dinamis. ”Saya sedang mencoba memakai aplikasi tambahan APRS (automatic position reporting system),” katanya. APRS adalah protokol komunikasi digital taktis untuk pertukaran informasi di antara sejumlah besar stasiun yang meliputi suatu wilayah. Program ini berbasis frekuensi radio, tapi dapat ditampilkan sebagai komunikasi langsung (real time) di Internet. Jika APRS bisa dipasang pada program yang dikembangkan Onno, pergerakan bantuan dan kegiatan tanggap darurat bisa dilihat perubahannya per tiga menit. Onno berpendapat, jika Sri Lanka bisa membuat manajemen bencana berbasis teknologi informasi dengan baik, seharusnya Indonesia pun bisa.
Rudy Prasetyo |
0 Response to "Sahana Singgah di Padang"
Posting Komentar